Pengertian Hipotesis Dalam Penelitian
Hipotesa berasal dari penggalan kata ”hypo” yang artinya ”di bawah” dan
thesa” yang artinya ”kebenaran”, jadi hipotesa yang kemudian cara
menulisnya disesuaikan dengan ejaan Bahasa Indonesia menjadi hipotesa
dan berkembangan menjadi Hipotesa.
Pengertian Hipotesa menurut Sutrisno Hadi adalah tentang pemecahan
masalah. Sering kali peneliti tidak dapat memecahkan permasalahannya
hanya dengan sekali jalan. Permasalahan itu akan diselesaikan segi demi
segi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk tiap-tiap segi,
dan mencari jawaban melalui penelitian yang dilakukan.
Dari kedua pernyataan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
hipotesis adalah suatu dugaan yang perlu diketahui kebenarannya yang
berarti dugaan itu mungkin benar mungkin salah.
Jenis-Jenis Hipotesa
Menurut Suharsimi Arikunto, jenis Hipotesa penelitian pendidikan dapat di golongkan menjadi dua yaitu :
1. Hipotesa Kerja, atau disebut juga dengan Hipotesa alternatif (Ha).
Hipotesa kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau
adanya perbedaan antara dua kelompok.
2. Hipotesa Nol (Null hypotheses) Ho. Hipotesa nol sering juga disebut
Hipotesa statistik,karena biasanya dipakai dalam penelitian yang
bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Bertolak
pada pemikiran diatas dapat penulis kemukakan bahwa dalam penelitian
ini penulis mengajukan hipotesis kerja dan hipotesis nihil (nol).
Contoh Hipotesa yang diajukan dalam penulisan penelitian.
Hipotesis Kerja (H1) ” Pembelajaran Matematika dengan Penerapan Model
Sinektiks lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika
tanpa Penerapan Model Sinektiks Terhadap Proses Belajar Bidang Studi
Matematika Sub Pokok Bahasan Persamaan Linear ”.
Hipotesis Nihil (H0) ” Pembelajaran Matematika dengan Penerapan Model
Sinektiks tidak efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika
tanpa Penerapan Model Sinektiks Terhadap Proses Belajar Bidang Studi
Matematika Sub Pokok Bahasan Persamaan Linear ”.
Ciri Hipotesis yang Baik
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan
benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian.
Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika
hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur
penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan
masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu,
hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang
dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan
secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris
adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam
hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel
dependen.
Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris
dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis
deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran,
atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam
nilai-nilai yang mempunyai makna.
Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti
dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan
ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat
dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel
yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang
tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat
merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta
menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab
itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk
mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data,
maupun generalisasi.
Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang
menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang
menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan
eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah
(seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X
berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat
positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu,
ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan
hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di
bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal
tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan
hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah
hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu
hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di
antara variabel dibuat secara eksplisit.
Sumber:
http://iwan24.blogspot.com/2012/12/pengertian-jenis-jenis-hipotesis-dan.html
http://dwiriyantikasyabaniyah.blogspot.com/p/ciri-hipotesis-yang-baik.html
Rheinhard Gerald Patty
Senin, 14 April 2014
Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian, dilakukan dengan metode
tertentu sesuai dengan tujuannya. Ada berbagai metode, antara lain;
wawancara, observasi (pengamatan), wawancara, kuesioner atau angket dan
dokumenter.
Metode yang dipilih untuk setiap variabel tergantung pada berbagai faktor terutama jenis data dan ciri responden. Untuk data historis misalnya tidak bisa ditemukan dengan observasi tetapi dimungkinkan dengan dokumenter atau wawancara. Hal ini tergantung pada karakteristik data variabel, maka metode yang digunakan tidak selalu sama untuk setiap variabel. Berikut ini adalah metode pengumpulan data suatu penelitian.
Langkah-Langkah Pengumpulan Data
1. Mendefinisikan sasaran yang ingin dicapai melalui program perubahan yang akan dilakukan
2. Mengidentifikasikan variabel-variabel sentral yang terdapat dalam situasi yang dihadapi seeperti perpindahan pegawai, kinerja yang kurang memuaskan dan lain sebagainya.
3. Memilih bagaimana metode pengumpulan data apa yang nantinya akan digunakan
4. Mengkondisikan klien, jenis dan mutu informasi yang diperlukan, penggunaan inrormasi yang terkumpul, berbagai instrumen lain yang dapat digunakan
5. Wawancara
Teknik Pengumpulan Data
Adapun tiga teknik pengumpulan data yang biasa digunakan adalah angket, observasi dan wawancara.
1. Angket
Angket / kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawabnya.
Meskipun terlihat mudah, teknik pengumpulan data melalui angket cukup sulit dilakukan jika respondennya cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan angket menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2007:163) terkait dengan prinsip penulisan angket, prinsip pengukuran dan penampilan fisik.
Prinsip Penulisan angket menyangkut beberapa faktor antara lain :
Isi dan tujuan pertanyaan artinya jika isi pertanyaan ditujukan untuk mengukur maka harus ada skala yang jelas dalam pilihan jawaban.
Bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan responden. Tidak mungkin menggunakan bahasa yang penuh istilah-istilah bahasa Inggris pada responden yang tidak mengerti bahasa Inggris, dsb.
Tipe dan bentuk pertanyaan apakah terbuka atau terturup. Jika terbuka artinya jawaban yang diberikan adalah bebas, sedangkan jika pernyataan tertutup maka responden hanya diminta untuk memilih jawaban yang disediakan.
2. Observasi
Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.
Participant Observation
Dalam observasi ini, peneliti secara langsung terlibat dalam kegiatam sehari-hari orang atau situasi yang diamati sebagai sumber data.
Misalnya seorang guru dapat melakukan observasi mengenai bagaimana perilaku siswa, semangat siswa, kemampuan manajerial kepala sekolah, hubungan antar guru, dsb.
Non participant Observation
Berlawanan dengan participant Observation, Non Participant merupakan observasi yang penelitinya tidak ikut secara langsung dalam kegiatan atau proses yang sedang diamati.
Misalnya penelitian tentang pola pembinaan olahraga, seorang peneliti yang menempatkan dirinya sebagai pengamat dan mencatat berbagai peristiwa yang dianggap perlu sebagai data penelitian.
Kelemahan dari metode ini adalah peneliti tidak akan memperoleh data yang mendalam karena hanya bertindak sebagai pengamat dari luar tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalam peristiwa.
Alat yang digunakan dalam teknik observasi ini antara lain : lembar cek list, buku catatan, kamera photo, dll.
3. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber data.
Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden, sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai teknik pengumpul data (umumnya penelitian kualitatif)
Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.
Wawancara terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera photo, dan material lain yang dapat membantu kelancaran wawancara.
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari responden.
Sumber:
http://wulandariplace.blogspot.com/2012/11/tugas-7-metode-pengumpulan-data.html
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2144035-langkah-langkah-pengumpulan-data/#ixzz2y5GVxjnx
Metode yang dipilih untuk setiap variabel tergantung pada berbagai faktor terutama jenis data dan ciri responden. Untuk data historis misalnya tidak bisa ditemukan dengan observasi tetapi dimungkinkan dengan dokumenter atau wawancara. Hal ini tergantung pada karakteristik data variabel, maka metode yang digunakan tidak selalu sama untuk setiap variabel. Berikut ini adalah metode pengumpulan data suatu penelitian.
Langkah-Langkah Pengumpulan Data
1. Mendefinisikan sasaran yang ingin dicapai melalui program perubahan yang akan dilakukan
2. Mengidentifikasikan variabel-variabel sentral yang terdapat dalam situasi yang dihadapi seeperti perpindahan pegawai, kinerja yang kurang memuaskan dan lain sebagainya.
3. Memilih bagaimana metode pengumpulan data apa yang nantinya akan digunakan
4. Mengkondisikan klien, jenis dan mutu informasi yang diperlukan, penggunaan inrormasi yang terkumpul, berbagai instrumen lain yang dapat digunakan
5. Wawancara
Teknik Pengumpulan Data
Adapun tiga teknik pengumpulan data yang biasa digunakan adalah angket, observasi dan wawancara.
1. Angket
Angket / kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawabnya.
Meskipun terlihat mudah, teknik pengumpulan data melalui angket cukup sulit dilakukan jika respondennya cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan angket menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2007:163) terkait dengan prinsip penulisan angket, prinsip pengukuran dan penampilan fisik.
Prinsip Penulisan angket menyangkut beberapa faktor antara lain :
Isi dan tujuan pertanyaan artinya jika isi pertanyaan ditujukan untuk mengukur maka harus ada skala yang jelas dalam pilihan jawaban.
Bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan responden. Tidak mungkin menggunakan bahasa yang penuh istilah-istilah bahasa Inggris pada responden yang tidak mengerti bahasa Inggris, dsb.
Tipe dan bentuk pertanyaan apakah terbuka atau terturup. Jika terbuka artinya jawaban yang diberikan adalah bebas, sedangkan jika pernyataan tertutup maka responden hanya diminta untuk memilih jawaban yang disediakan.
2. Observasi
Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.
Participant Observation
Dalam observasi ini, peneliti secara langsung terlibat dalam kegiatam sehari-hari orang atau situasi yang diamati sebagai sumber data.
Misalnya seorang guru dapat melakukan observasi mengenai bagaimana perilaku siswa, semangat siswa, kemampuan manajerial kepala sekolah, hubungan antar guru, dsb.
Non participant Observation
Berlawanan dengan participant Observation, Non Participant merupakan observasi yang penelitinya tidak ikut secara langsung dalam kegiatan atau proses yang sedang diamati.
Misalnya penelitian tentang pola pembinaan olahraga, seorang peneliti yang menempatkan dirinya sebagai pengamat dan mencatat berbagai peristiwa yang dianggap perlu sebagai data penelitian.
Kelemahan dari metode ini adalah peneliti tidak akan memperoleh data yang mendalam karena hanya bertindak sebagai pengamat dari luar tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalam peristiwa.
Alat yang digunakan dalam teknik observasi ini antara lain : lembar cek list, buku catatan, kamera photo, dll.
3. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber data.
Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden, sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai teknik pengumpul data (umumnya penelitian kualitatif)
Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.
Wawancara terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera photo, dan material lain yang dapat membantu kelancaran wawancara.
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari responden.
Sumber:
http://wulandariplace.blogspot.com/2012/11/tugas-7-metode-pengumpulan-data.html
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2144035-langkah-langkah-pengumpulan-data/#ixzz2y5GVxjnx
Metode Ilmiah
Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk
memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis.
Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya
untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan
hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu
hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu
teori ilmiah
KARAKTERISTIK METODE ILMIAH
1. Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah.
2. Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-bukti yang tersedia.
3. Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
4. Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
5. Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan.
LANGKAH-LANGKAH METODE ILMIAH
1. Masalah: berawal dari adanya masalah yang dapat digali dari sumber empiris dan teoretis, sebagai suatu aktivitas pendahuluan. Agar masalah ditemukan dengan baik memerlukan fakta-fakta empiris dan diiringi dengan penguasaan teori yang diperoleh dari mengkaji berbagai literatur relevan.
2. Rumusan masalah: Masalah yang ditemukan diformulasikan dalam sebuah rumusan masalah, dan umumnya rumusan masalah disusun dalam bentuk pertanyaan.
3. Pengajuan hipotesis: Masalah yang dirumuskan relevan dengan hipotesis yang diajukan. Hipotesis digali dari penelusuran referensi teoretis dan mengkaji hasil-hasil penelitian sebelumnya.
4. Metode/strategi pendekatan penelitian: Untuk menguji hipotesis maka peneliti memilih metode/strategi/pendekatan/desain penelitian yang sesuai.
5. Menyusun instrumen penelitian: Langkah setelah menentukan metode/strategi pendekatan, maka peneliti merancang instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data, misalnya angket, pedoman wawancara, atau pedoman observasi, dan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen agar instrumen memang tepat dan layak untuk mengukur variabel penelitian.
6. Mengumpulkan dan menganalisis data: Data penelitian dikumpulkan dengan Instrumen yang kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan alat-alat uji statistik yang relevan dengan tujuan penelitian atau pengujian secara kualitatif.
7. Simpulan: Langkah terakhir adalah membuat simpulan dari data yang telah dianalisis. Melalui kesimpulan maka akan terjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan dapat dibuktikan kebenarannya.
Sumber: http://rizkiamaliafebriani.wordpress.com/2013/04/19/pengertian-karakteristik-dan-langkah-langkah-metode-ilmiah/
KARAKTERISTIK METODE ILMIAH
1. Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah.
2. Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-bukti yang tersedia.
3. Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
4. Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
5. Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan.
LANGKAH-LANGKAH METODE ILMIAH
1. Masalah: berawal dari adanya masalah yang dapat digali dari sumber empiris dan teoretis, sebagai suatu aktivitas pendahuluan. Agar masalah ditemukan dengan baik memerlukan fakta-fakta empiris dan diiringi dengan penguasaan teori yang diperoleh dari mengkaji berbagai literatur relevan.
2. Rumusan masalah: Masalah yang ditemukan diformulasikan dalam sebuah rumusan masalah, dan umumnya rumusan masalah disusun dalam bentuk pertanyaan.
3. Pengajuan hipotesis: Masalah yang dirumuskan relevan dengan hipotesis yang diajukan. Hipotesis digali dari penelusuran referensi teoretis dan mengkaji hasil-hasil penelitian sebelumnya.
4. Metode/strategi pendekatan penelitian: Untuk menguji hipotesis maka peneliti memilih metode/strategi/pendekatan/desain penelitian yang sesuai.
5. Menyusun instrumen penelitian: Langkah setelah menentukan metode/strategi pendekatan, maka peneliti merancang instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data, misalnya angket, pedoman wawancara, atau pedoman observasi, dan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen agar instrumen memang tepat dan layak untuk mengukur variabel penelitian.
6. Mengumpulkan dan menganalisis data: Data penelitian dikumpulkan dengan Instrumen yang kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan alat-alat uji statistik yang relevan dengan tujuan penelitian atau pengujian secara kualitatif.
7. Simpulan: Langkah terakhir adalah membuat simpulan dari data yang telah dianalisis. Melalui kesimpulan maka akan terjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan dapat dibuktikan kebenarannya.
Sumber: http://rizkiamaliafebriani.wordpress.com/2013/04/19/pengertian-karakteristik-dan-langkah-langkah-metode-ilmiah/
Senin, 31 Maret 2014
PENALARAN INDUKTIF
Induktif adalah suatu proses berfikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai suatu corak berpikir yang ilmiah. Proses penalaran yang induktif dapat dibedakan atas bermacam-macam variasi diantaranya:
Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. Generalisasi hanya akan mempunyai makna yang penting, kalau kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada fenomena-fenomena lain yang sejenis yang belum diselidiki. Generalisasi dapat dibedakan menjadi generalisasi yang berbentuk loncatan induktif dan bukan loncatan induktif.
Loncatan induktif adalah sebuah generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang ada belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
Bukan loncatan infuktif adalah sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Analogi
Analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain.
Hubungan Kausal
Hubungan antara sebab dan akibat (hubungan kausal) didalam dunia modern ini, kadang-kadang tidak mudah diketahui. Tetapi itu tidak berarti bahwa apa yang dicatat sebagai suatu akibat tidak mempunyai sebab sama sekali. Pada umumnya hubungan kausal ini dapat berlangsung dalam tiga pola berikut : sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat.
Hipotesis dan Teori
Generalisasi dan hipotesis memiliki sifat yang tumpang tindih, namun membedakan kedua istilah tersebut sangat perlu. Hipotesis (hypo = dibawah, tithenai = menempatkan) adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain lebih lanjut. Dan sebaliknya, teori sebenarnya merupakan hipotesis yang secara relatif lebih kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotesis. Teori adalah azas-azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Sedangkan hipotese merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab-sebab atau relasi antara fenomena-fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomena-fenomena yang releven atau sejenis.
Hipotesis dan Teori
Generalisasi dan hipotesis memiliki sifat yang tumpang tindih, namun membedakan kedua istilah tersebut sangat perlu. Hipotesis (hypo = dibawah, tithenai = menempatkan) adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain lebih lanjut. Dan sebaliknya, teori sebenarnya merupakan hipotesis yang secara relatif lebih kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotesis. Teori adalah azas-azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Sedangkan hipotese merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab-sebab atau relasi antara fenomena-fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomena-fenomena yang releven atau sejenis.
Sumber :
http://aadanwde.wordpress.com/2012/04/21/berfikir-induktif-dan-deduktif-gorys-keraf/
Senin, 24 Maret 2014
Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah suatu
penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah
diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan
baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori,
hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi.
Silogisme adalah suatu proses
penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi
(pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
Silogisme Hipotetik
Silogisme
hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe
silogisme hipotetik:
Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Jika hujan saya naik becak.(mayor)
Sekarang hujan.(minor)
Saya naik becak (konklusi).
Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
Sekarang bumi telah basah (minor).
Hujan telah turun (konklusi)
Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengingkari antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan
dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan
dengan paksa.
Kegelisahan tidak akan timbul.
Silogisme hipotetik yang premis minornya
mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak
penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Hukum-hukum
Silogisme Hipotetik Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih
mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting menentukan
kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum
silogisme hipotetik adalah:
Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana.
(tidak sah = salah)
Bila B terlaksana, maka A terlaksana.
(tidak sah = salah)
Bila B tidak terlaksana maka A tidak
terlaksana.
Silogisme Alternatif
Silogisme
alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu
alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Nenek Sumi berada di Bandung.
Jadi,
Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
Silogisme Disjungtif
Silogisme
disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif
sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari
salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme
hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang
semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
Silogisme disyungtif dalam arti sempit
Silogisme
disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif
kontradiktif. Contoh:
Heri jujur atau berbohong.(premis1)
Ternyata Heri berbohong.(premis2)
Ia
tidak jujur (konklusi).
Silogisme disjungtif dalam arti luas
Silogisme
disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif. Contoh:
Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)
Ternyata tidak di rumah.(premis2)
Hasan di pasar (konklusi).
Hukum-hukum
Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif dalam arti sempit,
konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata Hasan berbaju putih.
Hasan
bukan tidak berbaju putih.
Silogisme disjungtif dalam arti luas,
kebenaran konklusinya adalah
Bila premis minor mengakui salah satu
alternatif, maka konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
Budi adalah guru.
Maka Budi bukan pelaut.
Bila premis minor mengingkari salah satu
alternatif, maka konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogyakarta.
Ternyata tidak lari ke Yogyakarta
Dia
lari ke Solo?
Konklusi
yang salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.
Silogisme
Kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial.
Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat
dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan
premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di
antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term). Contoh:
Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis
Mayor)
Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
Akasia membutuhkan air (Konklusi)
Hukum-hukum Silogisme Katagorik.
Apabila
salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.
Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
(mayor).
Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
Sebagian makanan tidak halal dimakan
(konklusi).
Apabila
salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.
Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
Sebagian pejabat korupsi (minor).
Sebagian
pejabat tidak disenangi (konklusi).
Apabila
kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).
Bambang adalah politikus (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan.
Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan
kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).
Apabila
kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini
dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya.
Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
Kucing bukan bunga mawar (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak mempunyai
kesimpulan
Apabila
term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil
kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin.
Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.
Term-predikat
dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya.
Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah.
Entimen
Entimem atau Enthymeme berasal dari bahasa Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos” artinya pikiran adalah sejenis sylogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah entimem, penghilangan bagian dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan yang lebih luas, istilah "enthymeme" kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan argumen yang tidak lengkap dari bentuk selain silogisme. Menurut Aristoteles yang ditulis dalam Retorika, sebuah "retorik silogisme" adalah bertujuan untuk pembujukan yang berdasarkan kemungkinan komunikan berpendapat sedangkan teknik bertujuan untuk pada demonstrasi Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan. Contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia
telah menang dalam sayembara itu.
Anda telah memenangkan sayembara ini,
karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
Rantai Deduksi
Penalaran
yang deduktif dapat berlangsung lebih informal dari entimem. Orang tidak
berhenti pada sebuah silogisme saja, tetapi dapat pula berupa merangkaikan
beberapa bentuk silogisme yang tertuang dalam bentuk yang informal.
Contoh
:
a.
Semua plecing kangkung pedas rasanya. (hasil generalisasi)
Kali
ini saya diberi lagi plecing kangkung.
Sebab
itu, plecing kangkung ini juga pasti pedas rasanya. (deduksi)
Saya
tidak suka akan makanan yang pedas rasanya. (induksi: generlisasi)
Ini
adalah plecing kangkung pedas.
Sebab
itu, saya tidak suka plecing kangkung ini. (deduksi)
Saya
tidak suka makan apa saja, yang tidak saya senangi (induksi:generalisasi)
Saya
tidak suka makanan ini.
Sebab
itu saya tidak memakannya. (deduksi)
b.
Semua jamu pahit rasanya. (hasil generalisasi)
Kali
ini saya diberi lagi jamu.
Sebab
itu, jamu ini juga pasti pahit rasanya. (deduksi)
Saya
tidak suka akan minuman yang pahit rasanya. (induksi: generlisasi)
Ini
adalah jamu pahit.
Sebab
itu, saya tidak suka jamu ini. (deduksi)
Saya
tidak suka minum apa saja, yang tidak saya senangi (induksi:generalisasi)
Saya
tidak suka minuman ini.
Sebab
itu saya tidak meminumnya. (deduksi)
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Entimem
http://seviaindah.blogspot.com/2011/04/contoh-rantai-deduksi.html
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Entimem
http://seviaindah.blogspot.com/2011/04/contoh-rantai-deduksi.html
Langganan:
Postingan (Atom)